Soliditas Dakwah


Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal: 45-46)

Di antara faktor yang harus menjadi perhatian serius adalah faktor menjauhi dan menghindar dari hal-hal yang menyebabkan perselisihan, perpecahan dan perdebatan yang berujung kepada su’udz dzan dan ketidak harmonisan hubungan ukhuwwah antar seluruh personal dakwah, karena faktor ini ternyata dapat mempengaruhi dan memberi dampak pada faktor-faktor yang lainnya. Dakwah yang terdiri dari beragam komponen itu harus saling berpadu. Dinamisnya sebuah dakwah sangat ditentukan oleh seluruh komponen dakwah dari para kader yang dimilikinya, media dan fasilitas penunjang serta para pemimpin yang bijak yang memberi arahan dan keputusan yang tepat.

Di usia dakwah yang sedang menginjak usia matang, maka tantangan ke depan akan lebih variatif, namun tetap kekuatan yang akan bisa melawannya adalah soliditas kader. Meminjam istilah Muhammad quthb bahwa gerak roda dakwah ditentukan oleh gerak aktif para da’i (kader dakwah). Di tangan mereka dakwah ini maju, berkembang dan menebar kebaikan. Ketika da’i mengalami kelesuan apalagi kemandekan, maka akan sangat berpengaruh kepada perjalanan dakwah itu sendiri.

“Akh, ana rasa tim antum belum cukup solid ni kerjanya.”
“Akh, ana rasa kita harus sering rapat biar kita tambah solid lagi”
“Akh, antum harus lebih peduli sama tim antum. Ana rasa kita belum cukup solid”

Pernahkah kita mendengar beberapa ungkapan di atas? Soliditas tim seringkali menjadi momok bagi tim baru yang dibentuk. Namun soliditas tim juga menjadi suatu hal yang memang harus dicapai oleh setiap tim kerja. Maka jika begitu, sebenarnya apa itu solid?

Parameter solid. Ada yang menganggap bahwa solid itu adalah saat kita bisa mengenal dekat satu sama lain antar anggota tim. Saat kita mampu peduli kepada kondisi satu sama lain, sehingga timbul rasa nyaman untuk beraktivitas di dalam tim. Di sisi lain, ada yang menganggap solid itu jika setiap rapat semua bisa hadir dan mampu menjalankan amanahnya dengan baik. Karena untuk apa saling dekat dan peduli namun tidak profesional dalam bekerja ?

Dalam konteks soliditas ini, paling tidak terdapat dua suplemen utama dalam rangka membangun soliditas internal para da’i (kader dakwah), yaitu kematangan spritualitas dan kekokohan moralitas. Kematangan spritualitas merupakan cermin kedekatan dan keharmonisan hubungan dengan sang Khaliq. Sedangkan kekokohan moralitas merupakan bukti keteladanan kader dakwah di tengah masyaraka. Dua potensi inilah menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud yang akan menjadi back up di masa-masa sulit dan masa pancaroba dakwah yang harus menjadi fokus perhatian dakwah. Karena sesungguhnya persoalan inti dakwah dalam tinjauan anashirnya bukan pada wasilah, uslub atau madah dakwah, tetapi yang lebih utama adalah persoalan da’i (kader dakwah) itu sendiri yang menjadi sentral perjalanan dakwah. Jangan sampai citra dakwah justru tercoreng sendiri oleh para da’i-Nya “Ad-Dakwatu Mahjubatun bid Du’at”. Allahu a’lam

Ada 3 elemen dasar yang diperlukan untuk membentuk tim yang solid. dan tiga2nya harus dipenuhi dengan PORSI yang RELATIF bergantung pada masing2 individu (karena masing-masing individu memiliki karakter dan kepribadian yang unik)..Sisi pertama, adalah kesepahaman. Dimensi ini berkaitan dengan logika, pikiran, dimensi kognitif, atau semacamnya. kesepahaman dapat menjadi dasar untuk tumbuhnya soliditas. coba kita perhatikan, berapa banyak yang bilang “masalah tim kita adalah masalah komunikasi”? saya melihat bahwa maksud dari ungkapan tadi adalah ketidakmerataan informasi. bukan masalah peduli atau tidak. bukan masalah ingin berkontribusi atau tidak. ini perkara tahu/ tidak tahu dan paham/ tidak paham tentang kondisi bersama, atau kondisi satu sama lain. Sharing juga bisa jadi alternatif, misalnya setiap anggota tim membagi informasi tentang kegiatan atau event yang perlu diketahui. Untuk memastikan sisi ini adalah, dengan meningkatkan intensitas komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung. Spiritus, grup facebook, buku komunikasi, dan sarana lainnya.

Sisi kedua, adalah sisi perasaan/ keterikatan hati/ semacamnya.. kepahaman yang sama tanpa didukung oleh bangunan keterikatan hati menjadi hampa, tidak bertenaga. ia tidak memiliki daya gerak. mungkin kita tahu, tapi kita tidak peduli. mungkin kita paham, namun enggan ikut berpartisipasi.ini adalah perkara hati - ini bisa diusahakan untuk dibangun, dan ini membutuhkan proses yang relatif tidak sebentar. tentu saja dengan dilengkapi doa kepada sang penguasa hati. Pekerjaan ini memang tidak selalu mudah, tapi ingatlah, “Amal perbuatan yang paling disukai Allah sesudah yang fardhu (wajib) ialah memasukkan kesenangan ke dalam hati seorang muslim.” (HR. Ath-Thabrani)

Sisi terakhir, adalah sisi aksi. Dimensi ini sangat dekat dengan profesionalisme dan stabilitas sistem. Misalnya saja, informasi sudah sampai sehingga menumbuhkan kesepahaman. terdapat juga kepedulian dan keterikatan hati disana. namun semuanya harus ditopang dengan aksi nyata yang stabil dan profesional. Keinginan berkontribusi yang menggebu itu harus difasilitasi dengan aksi2 nyata, misalnya saja dengan rapat koordinasi rutin, kumpul rutin, apel rutin, dan hal-hal lainnya. Sehingga kesepahaman dan kepedulian yang sudah dibangun terejawantahkan dalam aksi nyata yang akan memberikan hasil bagi pencapaian tim. Dan dimensi terakhir ini harus dihiasi dengan sikap profesionalisme yang baik, maka soliditas tim bukan hanya berdampak pada internal tim, namun juga berdampak pada efektivitas kerja tim.

Jika itu semua tercapai, insya Allah, setiap syuro yang kita adakan, akan dirindukan oleh semuanya, dengan semangat berbagi masalah dan solusi. syuro semacam ini benar2 akan dirindukan.. dan akan menghasilkan keputusan yang dapat menjadi bahan bakar kerja kita ke depannya.

Peran Pemimpin dalam Membangun Soliditas Tim

Namun satu hal yang perlu diingat dengan baik, bahwa pemimpin memberikan corak yang sangat dominan terhadap kondisi tim, itu memang benar. Permasalahannya, adalah, bagaimana jika pemimpin tim tidak mampu menjalankan 3 elemen di atas secara maksimal? Misalnya jika pemimpin tim memiliki kepribadian yang pendiam sehingga tidak terlalu senang berbicara (?).

Jawabannya ada pada tim itu sendiri. Karena itulah fungsi dari tim. Tim sepakbola dikatakan “tim”, bukan “grup” sepakbola. Karena tim identik dengan kerjasama. Identik dengan saling melengkapi. Identik dengan saling bersinergi.

Begitulah, soliditas tim ditentukan oleh setiap pribadi yang ada di tim itu, dalam memahami perannya dalam mencapai soliditas itu sendiri. Maka jika kita menginginkan soliditas itu? Kita yang harus mewujudkannya! insya Allah.. ^^

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ (الصف4)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Dari kekompakan akan lahir sinergi yang berkesinambungan. Bukankah kita hidup di alam ini karena sinergi yang utuh antar seluruh unsur yang Allah ciptakan di dalamnya. Perhatikan bahwa semua proses dalam hidup kita sehari-hari sangat membutuhkan soliditas. Dalam tubuh kita, kita temukan bahwa semua organ bekerjasama dengan solid, sehingga kita merasakan nikmatnya. Sungguh tidak terbayang apa yang akan kita rasakan jika masing-masing organ dalam tubuh kita bekerja sendiri-sendiri dan bercerai-berai. Berdasarkan ini nampak bahwa soliditas itu fitrah.

Karena itu menegakkan soliditas dalam usaha apa saja -apalagi dalam usaha dakwah- adalah suatu keniscayaan. Maka sungguh berdosa ketika seseorang mengaku beriman kepada Allah, sementara dalam menegakkan ajaran-Nya tidak solid, apalagi saling membunuh antar sesamanya.

Kedua, soliditas barisan adalah bagian dari iman.

Maksudnya mengapa kalian mengaku beriman jika kalian tidak mau bersatu dalam barisan yang kokoh. Padahal menurut ayat di atas menegakkan persatuan yang solid adalah ciri utama keimanan. Dengan kata lain bahwa tidak ada artinya iman yang dimiliki seseorang jika kemudian saling bemusuhan sesama mu’min. Bahkan dalam surah Al Hujurat:10 Allah berfirman: innamal mu’minuuna ikhawatun. Artinya bahwa seorang yang beriman identik dengan persaudaraan. Maksudnya tidak pantas seseorang mengaku beriman jika kemudian tidak bersaudara antara satu dengan lainnya. Sama dengan ayat di atas, bahwa tidak pantas seseorang mengatakan bahwa dirinya beriman jika dalam prakteknya tidak bersatu dalam barisan yang kokoh.

Ketiga, bahwa tidak solid dalam barisan dakwah adalah perbuatan dosa.

Bagai Satu Bangunan Yang Kokoh. Pada ayat berikutnya Allah berfirman: ka’annahum bunyaanun marshush (mereka seperti bangunan yang kokoh). Apa artinya:

Pertama, bahwa masing-masing bahan bangunan itu berkualitas baik.
Tidak mungkin bangunan itu tegak kokoh jika batu batanya rapuh atau kualitas pasir dan semennya tidak baik. Bagitu juga dalam dakwah, bahwa masing-masing individu harus mempunyai iman dan keikhlasan yang benar-benar berkualitas. Di sini peran tarbiyah dan pembinaan harus dioptimalkan. Begitupula dengan dakwah, seluruh komponen dakwah sangat membutuhkan penyegaran, perhatian dan pembinaan yang berterusan dan berkesinambungan secara bertahap sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Disinilah peri pentingnya soliditas kader yang menjadi mesin penggerak roda dakwah.

Kedua, bahwa bahan-bahan bangunan itu bukan hanya baik secara individual melainkan harus bisa disinergikan dengan bahan-bahan lainnya.
Artinya bahwa kualitas masing-masing aktifis dakwah hendaknya bukan hanya baik secara individu, melainkan ia mampu bersinergi dengan orang lain. Itulah rahasia mengapa Allah mengumpamakan dengan bangunan. Bahwa seorang muslim tidak cukup hanya menjadi sholeh sendirian, melainkan ia harus bersinergi untuk membuat orang lain beramal shaleh. Dalam rangka ini sangat dibutuhkan soliditas barisan dakwah.

Ketiga, bahwa bangunan dikatakan kokoh bila bertahan lama, dan tidak mengalami kerapuhan di tengah musim apapun panas atau hujan.
Begitu juga barisan dakwah dikatakan solid bila ia tetap utuh, tidak terpengaruh dengan rayuan dan godaan apapun. Pun juga tetap istiqamah memegang prinsip sekalipun situasi dan kondisi memaksanya harus berubah. Ia tidak pernah bubar barisan sebelum ada komando bubar barisan. Itulah rahasia mengapa Allah swt. mengumpamakan dengan bangunan yang kokoh. Karena bangunan akan melindungi dan bisa memberikan rasa aman kepada penghuninya bila ia kokoh dan solid.

Berbicara mengenai kosolidan dan kekompakan, merupakan impian yang harus dicapai setiap tim lembaga/organisasi termasuk Lembaga Dakwah Kampus. Paling tidak untuk mewujudkan suatu kesolidan dalam tim inti/Pengurus Harian, yang paling utama harus diperhatikan adalah bagaimana membangun nuansa kekeluargaan atau persaudaraan sesama kader dakwah dan ditambah lagi dengan adanya rasa saling memiliki. Jika rasa ukhuwah telah tumbuh dihati tiap kader maka insyaallah kekompakan dan kesolidan bakal mengikuti dengan sendirinya.

Kekeluargaan merupakan sebuah kata yang sangat mendalam dalam aplikasi dakwah di kampus. Karena nuansa keluarga sejatinya memang berbeda dengan nuansa pertemanan, karena keluarga adalah sebuah kumpulan orang yang saling membantu sama lainnya, susah maupun senang siap ditanggung bersama. Akhi fillah, kekeluargaan bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan, karena semua berawal dari dalam individu masing-masing kader. Oleh karena itu, semua kader harus turut berperan aktif dalam menerapkan hal itu semua. Paling tidak ada 2 hal yang perlu dilakukan :

1.Membangun kecintaan kader terhadap LDK.
Cinta merupakan buah dari suatu komitmen, jika seseorang sudah cinta maka ia akan menjaga dan membela apa yang dicintainya. Untuk membangun rasa cinta, kita perlu membuat nuansa nyaman dihati semua kader. Nuansa nyaman dapat dibentuk dengan mengembangkan budaya saling senyum, sapa, dan salam (3S). Selain itu, budaya saling mengingatkan(dengan cara yang halus) juga perlu diperhatikan, dengan sms tausiyah misalnya. Dan juga perlu membangun budaya apresiasi, dimana kebiasaan untuk mengucapkan kata maaf, terima kasih, dan kata-kata pujian yang mampu membuat tiap orang merasa dihargai.

2.Agenda iksidental yang bernuansa kekeluargaan.
Kadang-kadang hal yang sederhana bisa menjadi sangat bermakna jika dilandasi dengan keikhlasan. Dengan adanya agenda yang bersifat kekeluargaan diaharap dapat memupuk rasa kekeluargaan tersebut. Berikut contoh-contoh yang bisa dilakukan:
a) Family Day
Isinya sangat beragam, bisa diisi dengan lomba-lomba, contoh lomba masak, hiking, dan olahraga futsal bareng. Biasanya ini diadakan ketika kader sudah mulai jenuh atau setelah banyaknya acara. Diusahakan tidak ada membahas perihal dakwah kampus dan sebagainya, biar sejenak kita melupakan beban yang ada
b) Milad Reminder
Ucapan selamat dan doa kepada kader yang sedang ulangtahun
c) Memberi Hadiah
Hadiah merupakan salah satu bentuk ungkapan persaudarran
d) Bermalam Bersama
Sebagai tempat obrolan santai dan ringan. Terkadang kader juga butuh pembicaraan yang tidak berat untuk refreshing. Beri kesempatan kepada kader untuk saling terbuka dan mengungkapkan sesuatu. Dan disinilah suatu proses saling mengenal satu sama lain dan apresiasi bisa terbangun.
e) Perjalanan bersama
Dalam perjalanan biasanya terdapat banyak waktu luang dan perasaan senasib, dan di sana bisa kita tumbuhkan rasa kebersamaan.
f) Dipersaudarakan
Seperti halnya Rasul saw dahulu mempersaudarakan sahabat-sahabat.
g) Makan bersama
h) Mengerjakan tanggung jawab teknis bersama
Membiasakan kader untuk selalu terlibat dalam setiap persiapan agenda dakwah, panitia ataupun tidak. Dengan adanya rasa saling membantu, akan terbentuk sebuah rasa saling memiliki.


0 komentar